Sabtu, 19 September 2015

Perihal Diamku

Cuaca akhir-akhir ini benar-benar berhasil membuatku menyerah, beberapa minggu aku sudah bertahan dengan cuaca panas di siang hari dan akan sangat dingin saat malam sampai pagi hari. Sudah lama hujan tak datang, ini kemarau, gersang, sama seperti hatiku. Lama hujan tak pernah datang, lama juga kabarmu tak kunjung kudapatkan. Pamitmu waktu itu melalui pesan disalah satu sosial media, bahwa setahun kedepan kau tak bisa memberi kabar, aku menangis terisak. Hatiku tak bisa serta merta menerima keputusan sepihak, hujan mungkin tak sedang turun diluar, tapi ia jatuh dari sudut mataku. Saat itu aku sedang dikotamu, berkaca-kaca mataku tetap menatap layar ponsel digenggaman, membaca pesanmu berulang-ulang, berharap kau salah kirim, atau apapun yang bisa lebih membuatku tenang.
"Bila sudah dikotamu saja aku masih tak bisa melihatmu, lalu aku harus pergi kemana?"


Berkali-kali aku bertanya pada diriku sendiri, "tak inginkah kau berhenti?". Berkali-kali pula hatiku menjawab, "belum saatnya". Meski aku sendiri tak tahu ini semua akan bermuara dimana. Jauh-jauh aku menyusulmu kesana, kau justru pergi lebih jauh lagi, mungkin benar kata orang dulu, "burung dara akan terbang lebih jauh kalau kau mendekat, tapi ia akan mendekat kalau kau diam saja". Harusnya aku paham dengan itu, tapi entah kenapa aku sering sekali memaksakan keadaan. Terlalu terburu-buru dengan segala kemungkinan. 

"Jika pun aku bisa menahan langkahmu pergi, tak akan kulakukan jika itu perihal urusanmu dengan mimpimu."

Beberapa hari lalu adalah peringatan hari kelahiranmu, beberapa kalimat ucapan sudah ku ketik panjang-panjang tapi tak ada yang tersampaikan. Aku merasa bodoh saja hari itu, tidak membuka facebook-ku, benar-benar biar tak melihatmu, mungkin juga agar tak mengganggumu. Keesokan harinya penasaranku memuncak, aku mengintip berandamu beberapa saat. Ternyata kemarin kau juga tak sedang menunjukkan dirimu disana. Jadi sudah sekompak itukah kita? Aku mengulum senyum sendiri membenarkan persepsiku.

Pada akhirnya, diamku hanya perihal ribuan do'a yang sedang kuadukan pada Tuhan. Diamku perihal kamu yang tak bisa kuminta dengan cara yang biasa-biasa saja. Diamku itu apa yang terlihat diluar, sedang menyebut namamu dihatiku sudah menjadi rutinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar