Selasa, 19 November 2013

Menunggu



Entah ini namanya apa, mungkin memang "Menunggu". Menunggu ketidakpastian lebih tepatnya, ditanggal yang ku bilang "sakral", dua puluh enam. Dua puluh enam yang memberi pengakuan, dua puluh enam yang memberi kepastian mungkin.
Dua puluh enam, dua puluh enam, dua puluh enam, akankah angka ini gak ada artinya kalau aku berulang-ulang menyebutnya. Mungkin sampai aku bosan, tapi tidak. Aku tetap menunggu sesuatu disana, tidak bisa ku elak. Aku memang sedang menunggu, kamu. Hanya itu. Kamu.

Abal-abal



Hey hujan,
Tega sekali kali ini kamu mengurungku dalam situasi yang tidak menguntungkan sama sekali. Puasa sendiri, terjebak hujan di kost sedangkan aku ingin membeli beberapa makanan diluar. Ahh,.. udara mendesir terasa dingin menyentuh daun telingaku. Rasanya ingin makan enak kali ini, sayang keadaan tidak berpihak padaku. Mataku melirik mesra 3 bungkus mie sedap goreng dalam lemari yang memang ku sediakan kalau-kalau ada kejadian (seperti ini). Dua bungkus kopi instan siap seduh juga turut minta ku jamah, ternyata sudah sebulan lebih aku tidak minum kopi. Fiuhhh... Ku hela napas panjang menatap diriku sendiri mengenaskan. Hidup macam ini?

Hujan, apa kamu punya cara membuatku tersenyum kali ini? Menghiburku karna kelakuanmu yang sedikit menyebalkan sore ini. Aku tidak punya teman rasanya, miris sekali. Aku kah manusia paling kurang bersyukur di dunia? Entahlah... mungkin saja..
Aku bingung, mungkin baginya aku seperti memberi tamparan keras dihadapan umum. Aku benar-benar menganggapnya seperti angin yang berlalu begitu saja, atau seperti deretan sepedah motor yang terjejer rapi di parkiran. Astagaaa..!! Tega sekali aku ini. Makhluk macam apa aku ini? Aku membuatnya berharap dan sekarang aku tak menganggapnya sama sekali. Tapi buatku, kata teman tidak semestinya berlebihan seperti itu. Haruskah aku sering-sering dekat dengan dia? Bukankah itu hanya seperti memberi karcis Cuma-Cuma untuk masuk ke dalam hidupku lagi? Aku tidak mengusirnya, tidak. Hanya aku tidak mau dia terlalu berharap. Aku tahu aku memustuskan untuk berteman lagi dengan dia, tapi tidak harus dengan pulang pergi bersama. Tidak. Aku tahu itu tidak akan efektif untuk misi melupakan. Sungguh cara yang sangat bodoh.