Hey
hujan,
Tega
sekali kali ini kamu mengurungku dalam situasi yang tidak menguntungkan sama
sekali. Puasa sendiri, terjebak hujan di kost sedangkan aku ingin membeli
beberapa makanan diluar. Ahh,.. udara mendesir terasa dingin menyentuh daun
telingaku. Rasanya ingin makan enak kali ini, sayang keadaan tidak berpihak
padaku. Mataku melirik mesra 3 bungkus mie sedap goreng dalam lemari yang
memang ku sediakan kalau-kalau ada kejadian (seperti ini). Dua bungkus kopi
instan siap seduh juga turut minta ku jamah, ternyata sudah sebulan lebih aku
tidak minum kopi. Fiuhhh... Ku hela napas panjang menatap diriku sendiri
mengenaskan. Hidup macam ini?
Hujan,
apa kamu punya cara membuatku tersenyum kali ini? Menghiburku karna kelakuanmu
yang sedikit menyebalkan sore ini. Aku tidak punya teman rasanya, miris sekali.
Aku kah manusia paling kurang bersyukur di dunia? Entahlah... mungkin saja..
Aku
bingung, mungkin baginya aku seperti memberi tamparan keras dihadapan umum. Aku
benar-benar menganggapnya seperti angin yang berlalu begitu saja, atau seperti
deretan sepedah motor yang terjejer rapi di parkiran. Astagaaa..!! Tega sekali
aku ini. Makhluk macam apa aku ini? Aku membuatnya berharap dan sekarang aku
tak menganggapnya sama sekali. Tapi buatku, kata teman tidak semestinya
berlebihan seperti itu. Haruskah aku sering-sering dekat dengan dia? Bukankah
itu hanya seperti memberi karcis Cuma-Cuma untuk masuk ke dalam hidupku lagi?
Aku tidak mengusirnya, tidak. Hanya aku tidak mau dia terlalu berharap. Aku
tahu aku memustuskan untuk berteman lagi dengan dia, tapi tidak harus dengan
pulang pergi bersama. Tidak. Aku tahu itu tidak akan efektif untuk misi
melupakan. Sungguh cara yang sangat bodoh.